![]() |
AKBP DediKusumaSiregar, SIK, MSi |
I PENDAHULUAN
Fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara
di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selaku pengemban fungsi kepolisian,
Polri melakukan kegiatan pemolisian baik dalam tataran manajemen maupun dalam tataran operasional. Pemolisian dilakukan dengan atau tanpa upaya paksa dalam upaya mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Model
pemolisian terbagi kedalam 2 kategori yakni pemolisian konvensional (kuno)
dan pemolisian kontemporer
(kekinian). Pemolisian konvensional mengedepankan penegakan hukum dan cenderung bertindak reaktif layaknya pemadamkebakaran. Sedangkan pemolisian kontemporer lebih mengutamakan pencegahan
(preventif), pemecahanmasalah, kemitraan, dan yang berorientasikualitas. Reksodiputro
(2006) menyatakan “dewasaini di seluruh dunia gaya pemolisian (policing style) telah diubah (mengalami rekonstruksi)
dengan mengedepankan kepentingan komunitas penghunian (residential communities) dan komunitas kebudayaan (cultural communities)” (Jurnal Polisi
Indonesia Edisi VIII / Mei 2006).Bhabinkamtibmas merupakan garda terdepan atau ujung tombak pelayanan kepolisian
(pemolisian) pada tingkat kelurahan atau desa yang
sehari-harinya berbaur dan berinteraksi dengan komunitas masyarakat setempat. Bhabinkamtibmas lah
yang pertama kali berpeluang dalam memberikan pelayanan kepolisian di
wilayah kerjanya masing-masing.
Peran Bhabinkamtibmas menjadi sangat
vital
dalam memberikan pelayanan atau bantuan kepolisian mengingat tidak adanya kantor polisi
di kelurahan - kelurahan atau di desa-desa.
Bhabinkamtibmas merupakan penghubung langsung antara institusi Polri dengan masyarakat dalam komunitasnya. Bhabinkamtibmas selaku petugas
(officer) terdepandari Polri yang
setiap harinya bertemu dengan masyarakat dan mengatasi persoalan yang
terjadi. Persoalan-persoalan gangguan keamanan dan ketertiban termasuk konflik
(Nitibaskara, 2002) tidak muncul dengan begitu saja, melainkan melalui beberapa tahapan yakni tahap pendahuluan,
tahap titik didih, tahap konflik kekerasan,
dan tahap peredaan konflik. Bhabinkamtibmas lah yang
mampu dan berkompeten dalam mengeliminir potensi-potensi gangguan itu. Kantor polisi
yang terdekat kedesa-desa adalah Polsek (kepolisian sektor) dan Polsubsektor
(kepolisian sub-sektor). Meskipun alat komunikasi sudah bisa menjangkau area yang
jauh, tetap saja faktor jarak mempengaruhi kecepatan petugas tiba di
lokasi. Belum lagi petugas yang juga akan meladeni permintaan dari wilayah lainnya.
Urgensi keberadaan Bhabinkamtibmas di desa-desa samahalnya dengan keberadaan perawat,
mantri, atau bidan yang
menggantikan peran dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Usaha-usaha Polri dalam menciptakan ketertiban dan keamanan dengan menerapkan konsep
yang berpola pada masyarakat dewasa ini dapat dilihat sebagai ujung tombak polisi,
karena secara langsung petugas kepolisian berhubungan dengan warga komunitas atau warga kelurahan setempat atau dengan kelompok-kelompok sosial setempat dan dengan umum(public) dimana dia bertugas. Anggota polisi
yang menjalankan tugasnya dengan pendekatan kemasyarakatan harus membangun hubungan baik dan kemitraan
yang tulus dan saling menguntungkan dalam menciptakan rasa
aman warga dan suasana keamanan lingkungan hidup setempat.
II KEADILAN RESTORATIF
Ide
utama dari pendekatan keadilan restoratif adalah keadilan bagi semua pihak dalam penyelesaian perkara pidana. Keadilan restoratif bukan hanya berbicara soal fungsi perbaikan atas kerusakan
yang timbul dari suatu penyelesaian perkara pidana,
tetapi juga tentang keadilan. Dalam keadilan retributif, keseimbangan diaktualisasikan dalam bentuk derita
yang ditimpakan bagi pelaku sebagai balasan atas kerusakan yang
timbul dari tindak pidananya. Sementara dalam keadilan restoratif,
keseimbangan diwujudkan dengan upaya perbaikan melalui sejumlah ganti rugi atau kompensasi
lain dalam upaya penyembuhan atau perbaikan atas kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana
yang dilakukan (Zulva, 2009).
Tujuan dari keadilan restoratif adalah mendorong terciptanya peradilan
yang
adil dan mendorong para pihak untuk ikut serta didalamnya. Korban merasa bahwa penderitaannya diperhatikan dan kompensasi
yang disepakatis eimbang dengan penderitaan dan kerugian yang
dideritanya. Pelaku tidak mesti mengalami penderitaan untuk dapat menyadari kesalahannya. Justru dengan kesempatan untuk mengerti dan memperbaiki kerusakan
yang timbul, kesadaran tersebut dapat diperolehnya. Sementara bagi masyarakat,
adanya jaminan atas keseimbangan dalam kehidupan dan aspirasi yang
ada tersalurkan oleh pemerintah (Lode Walgrave: 2004 dalamZulva, 2009).
Keadilan restoratif umumnya digunakan untuk menggambarkan suatu mekanisme
informal dan non
adyudikatif dalam menangani konflik atau permasalahan kejahatan dimana korban,
pelaku dan masyarakat memegang peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan. Keadilan restoratif bukan suatu
yang asing dan baru, karena ia telah dikenal dalam hukum tradisional yang
hidup dalam masyarakat. Dalam wacana tradisional,
keadilan restoratif pada dasarnya merupakan model
pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang dominan pada masyarakat adat di
berbagai belahan dunia yang hingga kini masih berjalan (Sir Anthoni Mason dalam
Heather Strang and John Braithwaite: 2000 dalam Zulva, 2009).
III MODEL PROBLEM SOLVING BERCORAK KEADILAN
RESTORATIF
Salah satu peran
Bhabinkamtibmas adalah sebagai mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat desa/kelurahan.
Permasalahan-permasalahan sosial merupakan gejala yang ada dalam kehidupan
sosial dalam suatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban atau gangguan yang
merugikan para anggota masyarakat. Gangguan yang merugikan ini termasuk
diantaranya adalah pelanggaran hukum, pelanggaran norma-norma agama,
pelanggaran norma adat, maupun pelanggaran norma sosial lainnya.
Pelanggaran-pelanggaran ini menimbulkan konflik dan gangguan bagi orang lain
serta bisa menimbulkan bentrok antar-kelompok. Mediator mengandung pengertian
sebagai orang atau pihak yang menjadi penengah terhadap perselisihan. Sedangkan
fasilitator adalah orang yang memberi atau menjadi fasilitas, orang yang
menyediakan sesuatu. Bhabinkamtibmas bertindak sebagai penengah perselisihan
atau sebagai orang yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
Metode problem solving merupakan cara yang
diterapkan oleh para Bhabinkamtibmas dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial
yang terjadi di desa atau kelurahan yang menjadi wilayah binaannya.
Bhabinkamtibmas memposisikan diri sebagai mediator atau fasilitator. Hal ini
bisa terlihat dari penawaran awal yang diberikan kepada para pihak yakni apakah
ingin diproses sesuai ketentuan hukum atau diselesaikan secara musyawarah demi
mencapai kesepakatan yang baik dan bermanfaat bagi semua pihak. Bhabinkamtibmas
tidak memaksakan kehendak dan siap mengantarkan para korban atau pelapor untuk
menuangkan laporan polisi di Polsek. Kemajuan teknologi dan tersedianya sarana
komunikasi menjadikan masyarakat gampang berhubungan dengan Bhabinkamtibmas.
Masyarakat tidak lagi harus melaporkan masalahnya ke kantor polisi atau
menelepon kantor polisi, tetapi cukup dengan memberikan pesan sms atau
menelepon Bhabinkamtibmas. Bhabinkamtibmas juga bersedia memfasilitasi
perundingan dengan cara menggandeng perangkat RT dan tokoh masyarakat dari
kedua belah pihak agar turut dalam perundingan penyelesaian masalah.
Permasalahan-permasalahan sosial yang diselesaikan juga dibatasi pada
kejahatan-kejahatan ringan yang masih bisa diperbaiki. Korban dan pelaku masih
dalam lingkungan yang sama dan selalu berinteraksi satu sama lain. Masih
dimungkinkan untuk memperbaiki ketegangan dan kerusakan yang ditimbulkan. Lain
halnya dengan kasus-kasus meresahkan dan merupakan isu publik seperti
penyalahgunaan narkoba, perampokan, atau pembunuhan yang memang harus
diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dilema bagi para korban
akan muncul manakala mereka kesulitan untuk membayar biaya pengobatan atau
mengganti kerusakan yang ditimbulkan. Pada satu sisi menginginkan agar pelaku
dihukum sesuai dengan perbuatannya dan di sisi lain mengharapkan adanya bentuk
perhatian dalam mengganti kerugian yang yang timbul. Apabila perkara maju belum
tentu pihak pelaku bersedia untuk mengganti kerugian yang timbul. Sebaliknya
apabila perkara tidak maju maka dikhawatirkan pelaku akan mengulangi
perbuatannya di kemudian hari. Suatu realita yang memang harus disikapi dengan
serius dan bermanfaat bagi semua pihak mengingat pelaku dan korban nantinya
juga akan tetap berinteraksi. Terutama bagi korban dan pelaku yang bertempat
tinggal dalam satu lingkungan dan orang tua serta keluarga mereka berhubungan
baik satu sama lain. Bhabinkamtibmaslah yang peka dan memahami akan kondisi ini
yang terjadi di wilayah kerjanya.
Status atau jabatan selaku
Bhabinkamtibmas menjadikan personel untuk berperilaku sesuai dengan kapasitas
yang diembannya. Perilaku atau tingkah laku sebagai
pembina keamanan dan ketertiban mengharuskannya untuk senantiasa mampu
membimbing, mendorong, mengarahkan, menggerakkan termasuk kegiatan koordinasi
dan bimbingan teknis untuk pelaksanaan sesuatu dengan baik, teratur, dan
seksama dalam rangka pencapaian tujuan serta memperoleh hasil yang maksimal. Tujuan
yang ingin dicapai adalah terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat yang
dinamis sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan
nasional. Perilaku ini diwujudkan tidak hanya dengan cara-cara yang formil
saja, tetapi juga mencakup cara-cara yang tidak formil atau non formil. Sifat
yang lebih terbuka, ekstrovert, dan selalu guyon mutlak diterapkan dalam
menjalin komunikasi dengan massa. Persyaratan ini harus dimiliki oleh
Bhabinkamtibmas yang setiap harinya bergaul dengan lingkungan masyarakat
binaannya. Permintaan masyarakat juga beraneka ragam seperti minta bantu
pengurusan ijin keramaian hajatan, menjadi koordinator pengamanan kegiatan,
menjadi wali nikah, dan lainnya yang menunjukkan masyarakat sangat mengharapkan
bantuan dari Bhabinkamtibmas. Semua bisa dilakoni dengan baik dalam rangka
menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang sangat berguna membentuk kemitraan.
Berdasarkan
praktik-praktik keadilan restoratif melalui metode problem solving, maka peran yang dilakoni oleh Bhabinkamtibmas
adalah sebagai mediator atau fasilitator. Dalam proses ini korban kejahatan
diberi kesempatan tatap muka dengan pelaku kejahatan dalam suasana yang aman
dan dipersiapkan. Kejahatan yang telah terjadipun dibicarakan dimana pelaku
didorong agar memikirkan dampak kejahatan yang diperbuatnya dan mau bertanggung
jawab dengan melakukan pemulihan. Pertemuan ini dibantu oleh seorang mediator.
Bhabinkamtibmas bertindak sebagai mediator dalam penyelesaian masalah yang
mencakup kejahatan-kejahatan ringan dan tidak perlu diajukan ke persidangan.
Sebelum melaksanakan pertemuan, terlebih dahulu Bhabinkamtibmas menampung
aspirasi dari korban yang memang tidak menginginkan perkaranya diproses secara
legalitas. Selanjutnya Bhabinkamtibmas bersama-sama dengan tokoh masyarakat
mempelajari kebiasaan pelaku dan melihat apakah peristiwa ini masih bisa
diperbaiki. Apabila masih bisa diperbaiki maka para pihak dipertemukan dan
dilanjutkan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Pelaku bersedia meminta
maaf, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, serta bersedia memperbaiki
kerugian yang timbul apakah dalam bentuk memperbaiki atau mengganti obyek atau
kondisi yang rusak. Kesepakatan yang dicapai dalam proses mufakat tersebut
dalam bentuk pemberian ganti rugi dan pemulihan. Pemberian ganti rugi melalui
sejumlah kompensasi dalam bentuk uang. Pemulihan dalam bentuk penggantian
kerusakan atau normalisasi situasi. Yang belum terlihat adalah kesepakatan
dalam bentuk program kerja sosial.
IV PENUTUP
Keadilan restoratif adalah proses dimana pihak-pihak
berkepentingan memecahkan bersama cara mencapai kesepakatan pasca terjadisuatu
tindak pidana, termasuk implikasinya di kemudian hari. Corak keadilan
restoratif yang melibatkan para pihak beserta komunitas telah diterapkan pada
penyelesaian masalah-masalah sosial yang terjadi. Permasalahan-permasalahan
sosial yang terjadi di masyarakat merupakan kondisi atau situasi yang apabila
tidak ditangani hingga tuntas akan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban
yang lebih luas. Masalah-masalah sosial tersebut berkenaan dengan sesuatu
gejala yang ada dalam kehidupan sosial dalam suatu masyarakat yang dirasakan
sebagai beban atau gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut.
Permasalahan-permasalahan sosial yang diselesaikan meliputi kasus pidana yang
masuk ke dalam kategori kasus-kasus ringan, kasus-kasus yang ingin diselesaikan
secara kekeluargaan, dan kasus-kasus yang berdampak meluas apabila tidak
ditangani dengan segera. Penyelesaian masalah-masalah ini dilakukan dengan
melibatkan para pihak yang bertikai yakni korban dan pelaku, petugas
Bhabinkamtibmas, Babinsa Koramil, perangkat RT/RW, tokoh masyarakat, dan tokoh
pemuda. Penyelesaian masalah melalui musyawarah untuk mufakat ini berangkat
dari keinginan korban yang memilih penyelesaian secara kekeluargaan. Di sisi
lain yakni dari diri si pelaku yang menyadari kesalahannya (adanya perasaan
bersalah), bersedia meminta maaf, berjanji tidak lagi mengulangi perbuatan, dan
bersedia mengganti atau memperbaiki kerugian yang ditimbulkan. Akhir
kesepakatan dituangkan ke dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh para
pihak serta diketahui oleh perangkat RT/RW dan tokoh masyarakat atau tokoh
pemuda atau tokoh agama. Nilai-nilai atau prinsip yang diterapkan oleh
Bhabinkamtibmas dalam melaksanakan pembinaan Kamtibmas di wilayah hukumnya
adalah meredakan ketegangan yang ada dan memperbaikinya secara bersama-sama.
Meredakan ketegangan yang ada dan memperbaiki secara bersama-sama merupakan
hakikat dari pendekatan keadilan restoratif. Bhabinkamtibmas lebih
mengedepankan fungsi pengayoman, perlindungan, dan pelayanan masyarakat
ketimbang fungsi selaku penegak hukum.Pertikaian antara para korban dan pelaku
dalam skala ringan diupayakan untuk diselesaikan secara kekeluargaan setelah terlebih
dahulu menampung aspirasi mereka secara keseluruhan.
Oleh :
AKBP DediKusumaSiregar, SIK, MSi
Editor : (inddtt)