Link Banner
Diberdayakan oleh Blogger.

POLDA JAMBI DUKUNG #TURNBACKHOAX

POLDA JAMBI DUKUNG #TURNBACKHOAX

Penjagaan Polda Jambi (0741) 534117

Penjagaan Polda Jambi (0741) 534117

CALL SABER PUNGLI 082112131323

CALL SABER PUNGLI 082112131323

#STOPNARKOBA

#STOPNARKOBA
Link Banner
Link Banner
Link Banner

Polri Dalam Pusaran Strategi Kontra Terorisme Di Indonesia

Penulis/Publish On Kamis, Juli 28, 2016

Terorisme dalam wujudnya sebagai ideologi dan sekaligus memicu terjadinya tindak pidana, tak dapat dipungkiri membawa dua aspek ancaman sekaligus terhadap negara, dengan merongrong kedaulatan negara dan mengancam instabilitas keamanan. Namun demikian, permasalahannya, bagaimana dan sejauh mana sejatinya Polri dan TNI dilibatkan secara aktif dalam upaya-upaya penanggulangan bahaya terorisme.

Pengalaman empiris secara global berbasis review PBB 2014 menegaskan, strategi global mengatasi ancaman terorisme, sangat mengkedepankan proses penegakan hukum yang menjunjung tinggi HAM. Upaya-upaya tersebut sejatinya harus sejalan dengan penegakan prinsip-prinsip dasar negara hukum dan demokrasi, sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945, termasuk dalam upaya menjamin tercapainya efektivitas mengikis habis ideologi terorisme itu sendiri.
Strategi global penanggulangan terorisme dalam bentuk resolusi dan rencana dianeksasi aksi menurut Review PBB 2014, menegaskan peran strategis kepolisian sebagai institusi penegak hukum di semua negara dalam menanggulangi bahaya terorisme, yang mengupayakan: (1) mengatasi keadaan yang kondusif bagi penyebaran terorisme, (2) langkah-langkah mencegah dan memberantas terorisme, (3) langkah-langkah membangun kapasitas negara dan memperkuat peran PBB dalam melakukan penganggulangan terorisme, serta (4) langkah-langkah untuk menjamin penghormatan terhadap hak asasi manusia dan aturan hukum sebagai dasar fundamental untuk memerangi terorisme.
Secara jelas digambarkan, upaya mengatasi keadaan yang mendukung bagi tumbuh suburnya penyebaran terorisme, tidak semata hanya dilakukan dengan mengatasi masalah konflik berkepanjangan yang belum terselesaikan, namun juga harus sekaligus dilakukan dengan mencegah dehumanisasi korban terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, kurangnya penegakan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi etnis, rasial dan agama, pengucilan politik, marginalisasi sosial-ekonomi, dan rendahnya tata kelola pemerintahan yang baik.
Usaha-usaha terbaik harus dilakukan dengan pendekatan pencegahan konflik, mengkedepankan negosiasi, mediasi, rekonsiliasi, penyelesaian hukum, penerapan aturan hukum, dan perdamaian, dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pencapaian resolusi damai. Peran stategis dari upaya preemptif, preventif dan represif Polri menjadi bagian penting dalam upaya mencegah dan memerangi terorisme, khususnya dalam mencegah dan menangkal akses teroris dalam menggunakan sarana, mencapai sasaran dan target serangan, serta dampak yang diinginkan dari serangan teroris.
Lebih lanjut, pengembangan kapasitas negara sebagai elemen inti dari upaya kontra-terorisme, yang diupayakan melalui berbagai langkah dengan mengembangkan kemampuan negara dalam mencegah dan memberantas terorisme, juga tidak dapat dilepaskan dari peran penting kepolisian di setiap negara. Kepolisian dituntut membangun sinergi dengan semua stakeholder civil society dan kekuatan-kekuatan lainnya yang dimiliki negara seperti BNPT sebagai institusi pengemban penanggulangan terorisme secara sistematis dan terencana, TNI dan lainnya, mengupayakan pendekatan kultural mengikis habis ideologi terorisme, yang berkembang lebih jauh dan lebih dalam di tengah-tengah masyarakat.
Pilar terakhir strategi global penanggulangan terorisme, menyangkut perlindungan hak asasi manusia bagi semua dan menjunjung tinggi aturan hukum, merupakan bagian penting dari semua strategi, dan harus disadari bahwa tindakan kontra-terorisme yang efektif dan perlindungan hak asasi manusia bukan merupakan tujuan yang saling bertentangan, namun justru saling melengkapi dan saling memperkuat, dengan memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil untuk memerangi terorisme, mematuhi kewajiban di bawah hukum internasional, hukum hak asasi manusia, hukum pengungsi dan hukum humaniter internasional.
Sangat jelas, bahwa strategi 4 pilar kontra terorisme global tidak dapat dilepaskan dari upaya penegakan hukum yang berpegang pada prinsip due process of law sebagai ciri utama negara hukum sebagaimana amanat UUD 1945, yang menjunjung tinggi keadilan dan kepastian hukum, dengan memberikan penghormatan setinggi-tingginya terhadap Hak Asasi Manusia. Kapasitas seperti ini hanya dimiliki oleh institusi penegak hukum, yang sarat didukung dengan berbagai suprastruktur (termasuk ketentuan perundang-undangan) dan infrastruktur, mulai dari institusi, instrumentasi, dan kultur penegakan hukum.
Budaya hukum hanya dimiliki oleh institusi penegak hukum, karena budaya hukum menyangkut penerapan prosedur hukum, pemahaman delik dan sanksi pidana, penerapan strategi penegakan hukum, termasuk upaya menjunjung HAM di dalamnya, mulai dari proses penyidikan sampai masuk ke tahap peradilan. Institusionalisasi penegakan hukum yang didukung instrumentasi, seperti Bareskrim dan Densus 88 AT dengan dukungan labfor, tim DVI, pusinafis, kedokteran forensik, ruang tahanan, penyimpanan alat bukti, dan lain sebagainya menegaskan penanganan kasus terorisme dengan pendekatan penegakan hukum tidak dapat dilepaskan dari peran sentral Polri.
Upaya penegakan hukum yang melibatkan institusi non penegak hukum secara tidak hati-hati, tidak cermat, dan mengabaikan prosedur atau tatanan hukum secara umum, baik yang dilakukan secara taktis maupun diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan, justru hanya akan melahirkan ketidakpastian hukum dan membahayakan upaya deradikalisasi ideologi terorisme, yang pada akhirnya justru akan mengancam negara.
Penindakan terorisme tanpa prosedur penegakan hukum, sehingga mengabaikan rasa keadilan, kepastian hukum dan HAM, hanya akan menyisakan dendam kesumat dan berpotensi semakin menyulut radikalisasi ideologi terorisme. Terorisme yang telah bermetamorfosis menjadi kekuatan bersenjata, yang nyata-nyata mengancam ideologi dan kedaulatan negara sebagai tindakan makar, pada bagian ini harus dipastikan dihadapi dengan keterlibatan kekuatan TNI sebagai tulang punggungnya, yang tentu saja harus didahului dengan pernyataan status darurat militer.
Pada akhirnya, semua pihak harus mengambil peran dan menyadari posisi strategis Polri dalam penanganan bahaya dan tindak pidana terorisme melalui pendekatan penegakan hukum, dengan mengkedepankan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan yang menjunjung tinggi HAM dan demokrasi, yang selaras dengan prinsip negara hukum sebagaimana tertuang dalam amanat pasal 1 ayat 3 UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang dijamin pasal 28 UUD 1945 menyangkut hak bebas dari penyiksaan, diskriminasi, dan mendapatkan pengakuan sebagai pribadi di depan hukum.
Konsekuensinya, rancangan UU anti terorisme harus menempatkan masing-masing kekuatan negara secara proporsional sesuai dengan kewenangan, kapasitas dan daya dukung operasional dan instusionalnya, tanpa melanggar amanat UUD 1945.
* Brigjen Pol Dr. Bambang Usadi MM, Karobankum Divkum Polri

back to top