Link Banner
Diberdayakan oleh Blogger.

POLDA JAMBI DUKUNG #TURNBACKHOAX

POLDA JAMBI DUKUNG #TURNBACKHOAX

Penjagaan Polda Jambi (0741) 534117

Penjagaan Polda Jambi (0741) 534117

CALL SABER PUNGLI 082112131323

CALL SABER PUNGLI 082112131323

#STOPNARKOBA

#STOPNARKOBA
Link Banner
Link Banner
Link Banner

Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba Masih Diperlukan

Penulis/Publish On Selasa, Maret 29, 2016

Oleh: Pof. Dr. La Ode Husen, SH., MHum
A. Pendahuluan
Korban penyalahgunaan narkotika terus mengalami peningkatan, seakan menafikan keberadaan lembaga-lembaga penegak hukum dalam sistem peradilan pidana, pada aspek lain kebijakan untuk mengapus rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika juga bukan pilihan yang populer, seakan tidak melihat kondisi obyektif yang terjadi di lembaga-lembaga pemasyarakatan justru para pecandu narkotika yang telah berada di lembaga pemasyarakatan sekalipun, tidak berhenti menggunakan narkotika.
Keinginan untuk menghapus rehabilitasi pengguna narkotika dan menggantinya dengan pemidanaan dengan tujuan memberikan efek jera (deterent efect) masih perlu dikaji secara komprehensif karena Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menegaskan bahwa pengguna narkotika direhabilitasi, dan pemerintah tetap memberikan dukungan anggaran untuk rehabilitas pengguna narkotika. 
Untuk memberikan efek jera kepada pengguna narkotika, di samping direhabilitasi, pemidanaan kepada pengghuna narkotika yang berulang-berulang dalam kategori residivis dengan hukuman yang berat. Bagaimanapun juga korban penyalahgunaan narkotika ini masih harus mendapatkan perhatian serius dari Negara, mengingat korbannya adalah generasi muda apalagi masih dalam usia sekolah, sementara sistem peradilan pidana di Indonesia belum baik.
Pada sisi lain, penegakan hukum yang terjadi saat ini telah menggambarkan semakin menjauhnya keadilan dari masyarakat. Penegakan hukum yang belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, tidak memberikan efek jera, tetapi justru menjadi tempat belajar untuk melakukan kejahatan. Pada aspek lain, timbulnya kecemasan akan terjadinya kegoncangan yang terjadi dalam lembaga pemasyarakatan yang disebabkan oleh karena lembaga pemasayarakatan telah dipenuhi oleh para pelaku tindak pidana, akibat dari padatnya penghuni lapas, sehingga sering terjadi konflik antara sesama penghuni lapas dan dengan petugas lapas yang cenderung terjadi korban dan bahkan terjadi pembakaran lapas, pada sisi lain lapas justru telah menjadi tempat peredaran Narkotika. 
B. Kewenangan Merehabilitasi Pengguna Narkotika

Wacana-wacana menghapus rehabilitasi pengguna narkotika, juga mempunyai argumentasi yang masuk akal. Hal ini didasarkan atas fenomena yang terjadi pada proses penegakan hukum antara lain seringnya terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam memberikan rehabilitasi. Jika hal ini terjadi maka yang harus dilakukan adalah bagaimana meningkatkan pengawasan terhadap penyidik. Jika saja pengawasan penyidik itu efektif, maka penyalahgunaan kewenangan itu dapat dicegah. Jadi jangan aparatur penegak hukum yang bermasalah kemudian yang menjadi korban penyalahgunaan keweanngan itu, justru korban penyalahgunaan narkotika, hal ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
 
Jadi kewenangan untuk menentukan seseorang pengguna narkotika itu yang harus mendapat perhatian perubahannya, tidak saja diberikan kepada diskresi kepolisian. Ketentuan Pasal 103 UU Narkotika: menegaskan bahwa Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika dan Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. 


Dari ketentuan tersebut menunjukkan bahwa kewenangan untuk menentukan dapat tidaknya seseorang pengguna direhabilitasi tidak lansung diberikan oleh penyidik akan tetapi harus menunggu putusan pengadilan terlebih dahulu, putusan hakimlah yang menentukan apakah penguna  menjalani rehabilitasi atau tidak berdasarkan pada terbukti atau tidaknya tindak pidana yang dilakukan. Pengguna narkotika yang telah terbukti menggunakan narkotika belum bisa disebut melakukan tindak pidana narkotika. Kewenangan untuk menentukan seseorang itu direhabilitasi yang diberikan kepada penyidik hanya bisa dilakukan jika ada penetapan pengadilan.  
 
C. Rehabilitasi Pengguna Narkotika


Lazimnya seseorang yang ditetapkan sebagai pengguna narkotika atau seseorang diketahui telah menggunakan narkotika atau sejenisnya setelah terlebih dahulu menjalani proses pemeriksaan melalui tes urine. Dalam banyak kasus seseorang telah dinyatakan positif menggunakan narkotika setelah tes urine barulah orang itu dinyatakan sebagai tersangka, yang selanjutnya dilakukan upaya paksa oleh penyidik, kecuali seseorang yang tertangkap tangan dari hasil penggerebekan lazimnya langsung dinyatakan sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Sudah barang tentu  ada perbedaan perlakuan antara pengguna yang diketahui karena ada pemeriksan tes urine, dengan pengguna yang tertangkap tangan, meskipun dalam praktik sulit dibedakan pengguna yang sudah lama dengan pemula.
   
Rehabilitasi pengguna narkotika harus dilakukan karena perintah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, bahwa rehabilitasi diberikan kepada pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Rehabilitasi itu bisa rehabilitasi medis dan juga rehabilitasi sosial.  Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Sedangkan Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.


Rehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika adalah wujud kepedulian negara akan masa depan bangsa ini dan harus dipertahankan dan diberi penguatan, bukan ditiadakan atau dihapus, karena persoalan penyalahgunaan narkotika ini tidak akan selesai hanya dengan tindakan penegakan hukum represif saja, yang berujung pada pemidanaan yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (Lapas) justru tidak menyembuhkan atau mengilangan penyakit adiksi. Oleh karena itu, tindakan pre-emptif dan preventif juga lebih diutamakan. Perintah undang-undang harus lebih diutamakan untuk kepentingan masa depan korban penyalahgunaan narkotika dan kepastian hukumnya.   

LAershi

back to top